Tujuan pendidikan nasional
dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Salah satu ciri manusia berkualitas
dalam rumusan UU No. 20 Tahun 2003 di atas adalah mereka yang tangguh iman dan
takwanya serta memiliki akhlak mulia. Dengan demikian salah satu ciri
kompetensi keluaran pendidikan nasional adalah ketangguhan dalam iman dan takwa
serta memiliki akhlak mulia.
Menurut Tafsir (2002), bagi umat
Islam, dan khususnya dalam pendidikan Islam, kompetensi iman dan takwa serta
memiliki akhlak mulia tersebut sudah lama disadari kepentingannya, dan sudah
diimplementasikan dalam lembaga pendidikan Islam. Dalam pandangan Islam,
kompetensi iman dan takwa (imtak) serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek),
juga akhlak mulia diperlukan oleh manusia dalam melaksanakan tugasnya sebagai
khalifah di muka bumi.
Berkaitan dengan hal di atas dunia
pendidikan sedang mengalami krisis, perubahan-perubahan yang cepat seiring
dengan perkembangan teknologi menjadi tantangan-tantangan yang harus dijawab
oleh dunia pendidikan. Jika praktik-praktik pengajaran dan pendidikan di
Indonesia tidak diubah, maka bangsa Indonesia akan ketinggalan oleh
negara-negara lain.
Untuk merubah praktik-praktik
pembelajaran dan pendidikan di sekolah-sekolah dalam mempersiapkan anak didik
agar optimal dalam kehidupan bermasyarakat, maka proses dan model pembelajaran
perlu diperbaharui terlebih dahulu.
Upaya pembaharuan proses tersebut
terletak pada tanggung jawab guru, bagaimana pembelajaran yang disampaikan
dapat dipahami oleh anak didik secara benar. Dengan demikian, proses
pembelajaran ditentukan sampai sejauh mana guru dapat menggunakan metode dan
model pembelajaran dengan baik. Model pembelajaran itu beraneka ragam, namun
dalam pelaksanaan pembelajaran perlu mempertimbangkan tujuan pembelajaran dan
kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Kenyataan di lapangan masih banyak
siswa beranggapan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan pelajaran yang sulit,
ditambah bahan ajar tidak dimiliki semua siswa. Hal ini berdampak pada hasil
belajar Pendidikan Agama Islam yang kurang memuaskan. Salah satu kesulitan
dalam proses pembelajaran adalah siswa merasa kesulitan dan kurang memahami
materi pelajaran. Hal ini disebabkan metode dan model pembelajaran yang monoton
sehingga siswa kurang tertarik dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam dan
banyak siswa merasa jenuh dan mengabaikan pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sebagai
contoh materi tentang Huruf Hijaiyah
untuk kelas II Sekolah Dasar.
Materi tentang huruf hijaiyah
merupakan salah satu bahan ajar yang membutuhkan daya ingat (ranah kognitif)
untuk dihafalkan antara bentuk huruf dan lafalnya serta urutannya. Sementara
itu pada usia siswa Sekolah Dasar, pembelajaran dengan menghafal merupakan
suatu hal yang sangat sulit dilakukan, apalagi mengahafal tersebut masih
menggunakan cara-cara yang konvensional. Tentunya dengan cara yang demikian
akan menjenuhkan dan dapat menghilangkan ketertarikan peserta didik untuk
belajar Pendidikan Agama Islam.
Selain hal di atas pada usia siswa
Sekolah Dasar khususnya siswa kelas II merupakan usia masa bermain yang identik
dengan bentuk-bentuk permainan yang menyenangkan, melalui sarana bermain,
mereka dapat belajar tentang banyak hal dari lingkungannya.
Berdasarkan hasil riset, mengajarkan
anak melalui pendekatan belajar sambil bermain (play and learn), jika diterapkan dengan benar pada anak, hasilnya
secara nyata dapat memengaruhi perkembangan kecerdasan, kreativitas, dan
tingkah laku sosial anak.
Melalui permainan, suasana
kondusif dapat diciptakan. Membangun konsentrasi anak untuk dapat berpikir,
bertindak lebih baik dan lebih efektif. Sebab, kegiatan akan terfokus dan
dinamis. Terfokus dengan materi yang akan diberikan kemudian, sehingga anak
merasa perlu belajar dalam suasana tidak menjemukan. Dinamis dalam mengikuti
kegiatan belajar, tidak terpaksa karena kurang bergairah, ataupun tidak
berminat terhadap kegiatan belajar itu sendiri.
Bermain dan belajar
seringkali dibedakan. Padahal, bermain sesungguhnya adalah kemampuan belajar
itu sendiri. Sejak kecil manusia mengenal banyak permainan. Dengan bermain
manusia belajar mengenal sesuatu yang ada disekitar kita atau justru
membayangkan permainan yang dilakukan di luar alam pikiran seolah-olah menjadi
manusia yang mandiri.
Permainan dapat membuat
kemampuan berpikir anak lebih “dalam” untuk mencerna hal-hal yang konkret.
Dengan bermain, seorang anak membangun kesadaran yang lebih berani. Karena
kesadaran adalah bapak dari khayalan yang dibangkitkan. Melalui bermain itulah anak memperoleh berbagai
kemampuan seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan berbahasa, kemampuan
bersosialisasi, kemampuan memanajemen emosi dan berkemampuan berpikir
logis-matematis.
Belajar macam apa yang di dalamnya
sekaligus bermain? atau, bermain macam apa yang di dalamnya sekaligus
belajar?
Salah satu alternatif yang bisa
dilakukan dalam meningkatkan motivasi belajar siswa yaitu dengan penerapan Bermain
Sambil Belajar Melalui Pendekatan Permainan Edukatif Berbasis Komputer. Penggunaan Model ini diharapkan agar
materi pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat mudah dipahami dan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Post a Comment