KOTO merupakan instrumen musik tradisional jepang yang sangat mirip dengan alat musik kecapi dari
Indonesia. Menurut sejarah alat musik ini masuk ke negara matahari
terbit ini sejak abad ketujuh. Pada zaman dulu Koto merupakan salah
satu musik istana. Alat musik dimainkan secara mandiri yang artinya
tidak memerlukan alat musik pengiring untuk memainkannya.
Pada
dasarnya musik tradisional Jepang memiliki 5 tangga nada, kurang 2
tangga nada dibandingkan dengan musik barat yang mempunyai 7 tangga nada
“do re mi fa so la si”. Namun, musik Jepang tradisional juga menyerap
beragam tangga nada lainnya sehingga menghasilkan irama yang sangat
berbelit. Dasar-dasar musik istana atau musik aristokrat diciptakan
dengan menggunakan nada “do re mi so la” atau “re mi so la si”. Cara ini
disebut “YO-ONKAI” yang memiliki nada yang relatif riang. Sedangkan
YATSUHASHI KENGYO membuat “HIRAJOSHI” atau nada datar yang di dalam
tangga nadanya menggunakan “mi fa la si do” yang di antaranya ada
semitone sebagai nada dasar. Nada ini disebut “IN-ONKAI” yang lebih
sendu dan menggugah emosi sehingga masyarakat Jepang di jaman itu kerap
terharu mendengarkan nada ini. Setelah YATSUHASHI KENGYO memperkenalkan
“HIRAJOSHI”, SOKYOKU sangat berkembang dan dicintai sehingga diakui
sebagai musik rakyat Jepang.
Seputar alat musik KOTO
Bagian
badan terbuat dari “KIRI” atau kayu paulownia yang dilubangi bagian
dalamnya. KOTO memiliki 13 dawai. Karena KOTO menggunakan 5 tangga nada
maka dengan 13 dawai biasanya KOTO dapat menghasilkan sekitar 2.5 oktaf.
Antara bagian badan dan dawai ada “JI” sebagai penyangga dawai. Jika
“JI’ digeser maka hasil suara pun berubah. Mengatur nada (tuning), yang
merupakan persiapan dasar untuk permainan Koto, juga dilakukan dengan
menggeser posisi “JI”. Selain “HIRAJOSHI”, ada berbagai aturan
nada(tuning) yang dikembangkan dari “HIRAJOSHI”.
Dengan
menggunakan tangan kiri yang menekan dan menarik dawai, tangga nada
dapat berubah atau pun menghasilkan suara bernuansa vibrato. Pada
awalnya dawai dibuat dari sutera, tetapi zaman sekarang dawai juga
menggunakan bahan lain seperti bahan sintetis. Pemain dapat menggunakan
“TSUME” atau kuku palsu untuk 3 jari di tangan kanan. Pada dasarnya KOTO
dimainkan dengan menggunakan “TSUME” yang terkadang digunakan pada jari
lain atau pun pada jari-jari di tangan kiri. Di dalam lagu SOKYOKU
terkadang ada juga suara nyanyian.
KOTO
memang dimainkan bukan untuk mengiringi nyanyian, tetapi suara nyanyian
juga dianggap sebagai salah satu jenis alat musik. Dalam artian, alat
musik dan suara sama-sama dianggap berperan penting untuk menghasilkan
musik. Di Jepang, sejak zaman dahulu hingga saat ini KOTO sering
diibaratkan sebagai “RYU” atau “Naga” sehingga bagian-bagian alat musik
ini juga dinamai “RYUKAKU” (tanduk Naga), “RYUKOU” (mulut Naga), “RYUBI”
(ekor Naga), dll. Di berbagai negara di Asia, naga dihormati seperti
dewa dan dianggap sebagai mahluk mitos spiritual tinggi. Dengan demikian
bisa dibayangkan bila KOTO juga sangat dicintai oleh masyarakat Jepang.
Post a Comment